08 November, 2017

Perjalanan tanpa akhir di BTS 2017

Mountains Calling....

Beruntungnya diriku saat menerima penugasan kantor ke kabupaten Pasuruan tepatnya di Pandaan. Berarti tidak perlu repot mengajukan cuti yang akan mengurangi tabungan cutiku yang tinggal lima itu. Meskipun harus menempuh perjalanan lewat darat tak menyurutkan semangatku mengikuti event lomba ritual tahunan Bromo Tengger Semeru Ultra atau BTS Ultra, yang seperti tahun yang lalu mengikuti kategori 170 km atau 100 miles.
Persiapan sedikit terganggu dengan tidak cukupnya waktu apabila bermalam di dusun Ngadisari, lokasi terdekat dengan start line, karena jadwal pekerjaan yang padat. Kota terdekat yang akhirnya ku pilih adalah kota Malang, jaraknya cukup jauh dari Bromo, sekitar 4 jam perjalanan melewati Tongas, Probolinggo. Suasana sejuk melanda karena rata-rata suhu udara di Malang mirim dengan kota Bandung, dengan ditemani oleh sejawat, kami bekeliling mencari lokasi minum kopi terkenal di Malang sekaligus makan malam untuk carboloading persiapan race esok sore.
Jam 5 sore tepat, bendera start dikibarkan, 40-an runners bergegas memasuki single track menuju puncak B29 dengan melewati padang rumput di tengah pasir Bromo. Tanjakan yang menapai 45 derajat kadang tak dapat dipercepat ditengah deru nafas yang sudah satu-satu. akhirnya 2 jam harga yang pas untuk mencapai puncak di KM 7 dengan keringat yang menetes satu-satu. Rehat sebentar untuk melaksanakan shalat, perjalanan dilanjutkan menuju Ranu Pane lanjut Ranu Kumbolo untuk akhirnya WS Kalimati untuk mendapatkan gelang warna kuning. Rute bekas motor trail mempersulit langkah dan pandangan yang lurus ke depan. Dua kali kepalaku tersanduk kayu besar, lumayan juga benjol dan pusing akibatnya. 


lets rock

take your bib in que que

with my fellow in DJP Runners, Fajar Tri, KPP Sekayu

pray for everithing foremost healtiness

with my similar age person for Sing

partner in DNF

we will be same .. next year


20 October, 2017

How to "MPC" yourself

Mesastila Peak Challenge (MPC 100)
7-8 Oktober 2017

Berjumpa sesorang Suparmin atau di dunia maya dikenal sebagai Ilham Sang Petualang, endorser produk lokal, Eagle, memang merupakan SESUATU. prinsipnya yang terkenal "ora iso mlayu ya mlaku, sing penting ojo DNF". selama ini memang terbukti, dari race-race yang beliau ikuti belum ada yang do not finish alias DNF, meskipun itu di event RINJANI 100 km. Hal ini mejadi motimasiku menyelsaikan  misi remedial di event MPC atau Mesastila Peak Challenge 100 km di Sabtu Shubuh 7 Oktober 2017. Di rute yang sama merupakan tempat dimana menjadi event trailrunning pertama ku pada tahun 2014. Meskipun saat itu mengikuti  rute yang harus ditempuh "hanya" sejauh 65 km, ternyata tidak mampu menyelesaikannya alias dnf. Pada rute yang sama juga ditambah dengan gunung Merapi, sehingga genap berjarak 100 km, pada tahun 2016 kembali menderita kegagalan akibat banyak faktor, yang terbesar adalah faktor mental.

Namun demikian, tidak menyurutkan langkahku untuk mencoba kembali MPC 100 km tahun ini. Persiapan tidak hanya phisik tapi yang paling utama adalah faktor mental, bagaimana mengalahkan diri sendiri. Latihan mental salah satunya adalah dengan membaca buku yang ditulis oleh Reinhald Kasali dengan mottonya "How to driven yourself", cara lainnya yakni touring bike  Denpasar-Jember PP dengan solo driving. hasilnya terbukti dimana godaan yang terus berhembus ditelinga selepas WS Selo menuju Gn Merbabu, dapat ditepis sehingga dapat mencapai garis finish dengan waktu tempuh 34 jam 41 menit.

Akibat waktu tempuh yang melebihi target, sepertinya tidak memungkinkan untuk mencapai bandara Adi Sucipto mengejar pesawat terakhir untuk tujuan Denpasar, untuk itu terima kasih yang tak terhingga kepada mas Jamal sekeluarga yang telah mengijinkan aku kembali bermalam  di rumahnya yang nyaman tak jauh dari pasar Grabag. Di rumah itu juga aku dan mas Amin beristirahat sebelum start. 

Senin pagi sebelum take off ke Denpasar, dengan ditemani mas Jamal, kami mengunjungi pemandian air panas peninggalan kerjaan Mataram Kuno "Candi Umbul". Sungguh segar rasanya berendam di pemandian tersebut  1 jam lebih lamanya. Sayangnya artefak dan candi sudah tidak lengkap lagi, banyak tangan jahil yang tak suka dengan keberadaannya. 








Pemandian Air panas "Candi Umbul"

26 May, 2017

Horizons Unlimited - Indonesia





“Semakin banyak Anda berpergian, semakin Anda menyadari betapa sedikit yang telah Anda lihat” kata Gunther Holtrof, seorang petualang sejati yang telah mengunjungi 215 negara berjarak 894.795 kam dalam waktu 26 tahun. Kata kata penuh inspirasi inilah yang salah satunya menjadi bahan bakar, bagi mesin diesel semangat petualang dunia yang menghadiri event Horizons Unlimited (HU) edisi Indonesia di Sekongkang, Sumbawa, NTB, minggu lalu.

Organisasi HU sendiri didirikan oleh suami istri, Grant dan Susan Johnson pada tahun 1997di Inggris, yang bertujuan untuk menginspirasi, memberi informasi dan memperkuat koneksi antara penjelajah bermotor seluruh dunia. HU ini setiap tahunnya mengadakan pertemuan rutin atau "traveller's meeting" di perbagai negara dan pada pertengahan  Mei lalu, Indonesia mendapatkan kesempatan untuk menjadi tuan rumah, untuk yang pertama kalinya, disebelah utara pulau eksotis, Sumbawa. perlu diketahui, Indonesia juga memiliki beberapa petualang sejati, salah satunya adalah Jeffrey Polnaja atau biasa di panggil kang JJ dan beliau hadir sekaligus sharing pengalamannya mengelilingi dunia di acara HU Indonesia.
    
Sebenarnya dari hati kecil saya ingin sekali menghadiri event tersebut, event yang tidak jauh jauh amat dari Bali, paling tidak butuh 7 jam berjalanan darat plus 6 jam dengan kapal ferry. Namun saya harus merelakan kesempatan emas ini mengingat  sudah punya jadwal lain dan sama sama penting nya yaitu menjadi panitia acara Farewell Games pada hari yang sama. Lagi lagi  Vespa "blue"Sprint saya sementara harus ditunda ber-turing menikmati jalan nan mulus di  Pulau Sumbawa. 

Namun demikian ada hal  yang membahagiakan saya, yakni  kedatangan rider Royal Enfield EFI 500 cc. Rider yang juga  teman kuliah dulu, pernah satu dalam suka,entah dalam duka, dan ternyata IPK-nya juga tidak  beda-beda jauh, Om Sutan namanya. Beliau bersama tim nya menjadi salah satu peserta  event HU perdana di Indonesia itu. Sehingga melalui pandangan matanya lah, suasana meeting HU semakin membakar semangat saya untuk terus berpetualang dan tentunya ber "trail running" ria. @tejomurti
  
acara didukung Eiger Adventure


siap berangkat

narasumber adventure

basecamp, Bali
the beauty of the Royal Enfield Efi 500 cc

18 May, 2017

Lombok - indahnya tak terkira

Scallywags Resort

Pesawat yang kutunggu sejak pagi akhirnya mendarat dengan selamat di BIL (Bandara Internasional Lomok) yang sekarang menjadi LIA atau Lombok International Airport. Jam menunjukkan pukul 8.20 WITA, rute penjemputan yang cukup memakan waktu dari lokasi outbound-ku di sekitar Senggigi, yang seketika merubah rasa lelah menjadi suka cita setelah memeluk anak istri tercinta.


Ternyata mereka berani juga berangkat ke Mataram tanpa guide yang biasanya selalu menemani. Dengan tekad bulat segala keraguan menjadi sirna, dengan semangat bersilaturahmi dan kegiatan menikmati keindahan alam kreasi Sang Pencipta, perjalanan dengan Lion Air terasa nikmat. Seperti pesan seorang pendiri Gontor “Jangan merasa berat sebelum mengerjakan sesuatu, jangan merasa kenyang sebelum makan. Berat itu hanya dikatakan saja tapi kalau dikerjakan terasa ringan”.


Hari pertama sebagaimana telah direncanakan, kami bertiga bermalam di pulau Gili Trawangan tepatnya di resort Scallywags yang berada tak jauh dari dermaga pulau. Gili Trawangan merupakan bagian dari gugusan pulau kecil yang berada tak jauh dari pulau lombok. Pulau lain yang berdekatan adalah Gili Air dan Gili Meno, namun pulau-pulau ini tidak seramai dan sepadat gili Trawangan. Selain dengan banyaknya hotel dan penginapan, infrastruktur yang memadai juga menjadi daya tarik pulau ini untuk menghabiskan waktu.  Untuk menuju pulau-pulau ini tiket Fast Boat dari dermaga Bangsal menuju gili Trawangan, harus ditebus dengan tiket 85 rb per orang jauh dekat.


Nuansa hotel yang alami dan berdekatan dengan pantai sangat memberikan kesan kepada kami khususnya bagi seorang Naomi. Setelah check in yang  waktunya setelah matahari mulai bergerak ke barat, Naomi meminta kami menemaninya mencari spot terbaik untuk melakukan kegiatan air ataupun sekedar berfoto. Ke arah utara sepertinya tempat yangn menarik karena disana akan terlihat matahari terbenam dengan background gunung Agung yang tentunya sangat indah, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 45 menit di jalan yang sedikit berdebu. Perjalanan sejauh kurang lebih 3 km menuju Pandawa Resort harus ekstra waspada karena lalu lalangnya cidomo (kereta kuda, delman di Jawa) dan para wisatawan yang menggunakan sepeda kayuh. Suara klakson cidomo yang lembut, tidak segahar kereta kuda yang kadang kala melaju kencang menembus sempitnya jalur jalan satu satunya di pulau. Pada awalnya saya mengira ada tukang roti dorong yang sedang menjajakan barang dagangannya, ternyata klakson tersebut milik cidomo!.


Dengan menyewa satu sepeda kayuh yang dipakai bergantian, kami akhirnya tiba di sekitar Pandawa Resort, sebuah hotel mewah diantara beberapa hotel mewah lainnya yang berada disekitarnya yakni Aston dan Villa Ombak Sunset. Sebagai catatan sepeda kayuh tersebut kami sewa dengan harga penawaran sebesar 15 rb per jam dan kami jadikan 30 rb untuk 3 jam. Tak banyak kegiatan yang kami lakukan di sana, setelah mampir di kios makanan milik Pandawa sepertinya, duduk duduk ditepi pantai sambil menunggu matahari turun ke ufuk barat menjadi kenikmatan tersendiri pagi kami bertiga.









Setelah kembali ke penginapan dengan perut yang melilit tentu yang ada dipikirkan adalah bagaimana segera menghilangkan rasa lapar yang mendera. Ternyata ada night market atau pasar malam yang berada dekat dengan dermaga, yang terlihat luar biasa antusias para wisatawan yang berkumpul sambil makan malam bersama. Menu yang dijual terdiri dari nasi campur sampai dengan ikan bakar plus lobster contohnya untuk menikmati lobster dengan ukuran sedang, anda harus merogoh kocek sebesar 900 rb.


Ternyata meskipun namanya pasar malam, rata rata harga makanan disana tidak berarti murah, dengan pemikiran bahwa tingginya ongkos transportasi untuk memindahkan makanan beserta penjualnya dari Mataram ke sini. Pulau kecil Gili Trawangan hanya berpenduduk 800 jiwa saja yang penuh dengan wisatawan domestik dan mancanegara.  Makanan dan air bersih sudah pasti menjadi barang mewah.


Hari kedua, tak banyak yang dilakukan karena baru tersadar dari tidur nyenyak setelah matahari beranjak tinggi. Hotel yang kami tempati sudah harus kami tinggalkan, yah karena cuma satu hari satu malam rencana kami di pulau kecil ini. Untuk kembali ke pulau Lombok, kami telah memesan speed boat, kapal kecil bermesin tunggal, dengan penumpang terbatas yang dapat merapat di mana saja di pulau. Kami minta dijemput di dermaga terdekat, dermaga Villa Ombak Resort. Ongkos yang kami keluarkan untuk sekali perjalanan sebesar 300 rb. Cukup worthed bukan.  Dan sesuai dengan waktu tempuh yang sangat singkat, hanya 15 menit saja menuju jemputan bli Wayan di seberang sana (pulau lombok).


Spot selanjutnya adalah Malimbu untuk sekedar foto –foto sebelum kami mampir di toko perhiasan mutiara di sekitar Senggigi di hari Sabtu sambil kami menuju hotel Aston, tempat kami bermalam di kota Mataram. Esoknya setelah berjalan pagi dengan tujuan pasar Kebon Reok Ampenan, kami  membeli oleh-oleh sebagai buah tangan di toko Phoenix. Toko ini banyak menjual penganan khas Lombok, yang terdiri dari olahan rumput laut, buah tomat serta kacang-kacangan.
 





Lokasi yang indah lainnya sebelum menuju bandara LIA adalah pantai Tanjung Aan yang berada di Lombok Tengah. Lokasi terakhir menjadi kebahagiaan tersendiri bagi seorang Naomi, selain karena pasirnya yang putih bersih, di sana juga banyak anak seusianya yang antusias melihat Naomi mempraktekkan kemampuannya melakukan gymnastic di pinggir pantai. Dan yang tak kuduga sebelumnya, anak-anak tersebut ternyata cukup ahli sebagai fotographer dengan menggunakan kamera handphone pengunjung. Mereka membantu pengunjung untuk mendapatkan hasil photo terbaik tentu dengan teknik – teknik yang bagi saya sangat luar biasa, seperti panoramic photo, seakan-akan obyek sedang mendorong bukit, photo ganda dan lainnya.  Ibaratnya tidak ke Lombok kalau tidak mampir ke Tanjung Aan, dan ini memang benar adanya, keindahan yang tak bertepi membuat ingin kembali. Sayangnya ada kabar di lokasi ini, akan dibangun hotel mewah bertema resort dan sirkuit motor GP yang juga bertaraf internasional. Mudah-mudahan proyek ini semakin membawa manfaat bagi masyarakat sekitar teruma anak-anak setempat yang tidak lagi menjadi fotografer dadakan tapi bisa menikmati buah dari proyek-proyek tersebut. @tejomurti



Filosofi Mangga di Jabar Ultra

 100 miles Road resmi pertamaku Jabar Ultra bukan jenis lomba yang bersifat charity seperti Run to Care maupun Nusantara Run, dan apabila di...